Pages - Menu

Khutbah Jumat Tentang Urgensi Berkata Baik


Mungkin ketika membuka web pusat khutbah ini ingatan kita masih lekat dengan khutbah-khutbah sebelumnya, diantaranya adalah tentang tantangan ulama’, posting kali ini, ada kaitan yang cukup erat dengan postingan sebelumnya. Bahwa seorang khotib harus mampu mengemas bahasa yang baik yang tidak membuat gaduhnya suasana dalam hati. Yang berpengaruh kepada jamahnya. Karena itu perlu mengenal

“bahasa” ber-khutbah adalah sesuatu yang urgent. Agar kelak setelah perjalanan umur ini selesai, kalkulasi perkatan baik lebih banyak daripada perkataan yang buruk.

Perjalanan umur yang kita lalui ini antara lain adalah lahir kemudian hidup di dunia dan selanjutnya siap atau tidak siap akan menemui batas akhirnya berupa kematian. Kematian jasmaniyah tidak berarti berakhir segala-galanya, tetapi harus yakin bahwa kematian adalah pintu gerbang baru yang memasuki alam yang baru pula yaitu alam kematian.

Jika dalam semua kehidupan dunia bersifat misterius maka setelah mati adalah masa kehidupan yang transparan, tidak ada yang tertutupi oleh apapun jua, semua jejak hidup di dunia terungkap nyata dan di sanalah tempat pembalasan semua perkataan. Dalam hidup ini sudah banyak sekali yang pernah kita lakukan, akan tetapi menurut khotib sendiri ada perbuatan yang sering tidak sadari dan menempati rating pertama paling aktif yakni berbicara atau berkata-kata.

Entah berapa juta kata yang pernah terlontar dari lisan kita ini, perlu kita pahami bersama bahwa pembicaraan itu bagaikan sebuah wadah, berharga tidaknya wadah dilihat dari isinya. Drum yang berisi air tentu lebih murah daripada drum yang berisi minyak tanah, branngkas yang berisi uang tentu harganya tak seberapa jika dibandingkan dengan berangkas yang berisi berlian.

Jika diterima logika di atas, maka perkataan pun demikian, banyak sedikitnya uantaian kata tidak secara otomatis menjadi ukuran, yang berpengaruh terhadap ukuran adalah isi atau bobot perkataan itu sendiri. Siapapun orangnya yang berkata tidak baik maka perkataan itu akan memakan dirinya sendiri, tak peduli jenderal, perwira ataupun kopral. Sebaliknya, siapapun yang berkata baik maka akibat baiknya akan menimpa si pembicara itu tadi. Karena kualitas isi itulah, diam adalah sebuah pilihan mulya dan tindakan yang bijaksana. Rasul saw bersabda:

من كان يؤمن با الله و اليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت.
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diamlah

Hadits diatas, dengan tegas menjadi teguran, bahwa diam adalah piliha terbaik dari pada harus berkata-kata yang tidak ada manfaatnya, diam bak permata. Bagi orang ‘alim diam akan menjadi hiasan yang melekat dalam durunya sefangkan bagi orang yang tidak alim maka akan tertutupi seluruh kebodohanya. Hadits lain: “selamatnya seseoranag dalam pemeliharaan lisannya”.

Hadirin rahimakumullah…
Begitu pula sebaiknya, berkata baik akan berbalas kebaikan, membayangkan andai berkata tentang petunjuk kebaikan kemudian diamalkan oleh lwan bicara, maka selama perbuatan baik itu dilaksanakan pahalanya akan mengalir, meskipun telah berpulang keharibaa-Nya. Allah akan membalas kebaikan dengan pahal tetapi bagi orang-orang yang berkata tidak baik maka keburukan akan menimpanya:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا (الإسرأ:7).
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri,

Setiap perkataan yang diucapkan nyata tertulis dalam lauhmahfudz, kelak setelah meninggal dunia maka Allah akan memberikan balasan yang setimpal, Allah berfirman;
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ (الرحمن: 60)
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).

Mari kita sama-sama melakukan perhitungan terhadap perkataan kita setiap harinya, lebih banyak mana antara yang baik dan yang buruk. Semoga kita adalah termasuk orang orang yang selalu dibimbing oleh Allah melalui perkataan yang baik. Salam khutbah