Pages - Menu

Khutbah Jumat Tentang Musibah Corona Ujian Tuhan Untuk Semua Insan

Jumat kali ini masih dalam suasana pandemi yang tentu saja menelan jutaan manusia terinfeksi tapi juga ratusan ribu orang mati. Musibah ini melahirkan berbagai tafsiran spekulasi, di awal terjadinya pandemi, sebagian ada yang menafsirkan bahwa pademi ini adalah azab dari Allah swt, setelah fakta yang terjadi tidak hanya menimpa negara-negara non-muslim, tafsiran tersebut mulai senyap.

Kemudian adapula yang menafsirkan, pademi ini adalah tentara Allah yang membunuh orang-orang kafir, ternyata tidak hanya non-muslim, bahkan seorang muslim yang baik bahkan dokter juga ada yang menjadi korban.

Atas fenomena-fenomena tersebut, marilah kita renungkan sebuah kisah dari Ibnul Qoayyim al-Jauziyah yang ditulis oleh Abdullah bin Ali al-Ja’itsan dalam kitabnya tuhfatul maridh, 61.

diceritakan bahwa Ibn al-Qayyim mendapat sebuah kisah dari seseorang yang membaca buku sejarah, bahwa pada saat Iskandar Dzulkarnain tengah dalam perjalanan pulang setelah menjelajahi dunia, Iskandar Dzulkarnain sampai pada daerah Babilonia (Irak-sekarang). Ia mengalami sakit yang parah dan ia merasa bahwa, sakitnya adalah sakit yang mendekati kematiannya. Kemudian beliau menulis surat kepada Ibunya, agar apabila benar-benar meninggal tidak memberikan luka kesedihan yang mendalam kepada ibunya, kemdudia dia menulis surat….



Dari kisah tersebut dapat kita simpulkan sementara bahwa, musibah tidak hanya menimpa beberapa orang saja, tetapi menimpa semua orang akan tertimpa musibah, seperti saat ini, semua lini terdampak, tidak hanya sektor kesehatan yang lumpuh tetapi efek dominonya merembet ke sektor lain, termasuk pariwisata, keuangan, perdagangan bahwa sektor pendidikan dan raga olahraga.

Hemat khatib, lebih sepakat dengan definisi secara umum, bahwa musibah adalah sesuatu yang menimpa seseorang dalam hala yang tidak menyenangkan seperti menimpa kepada harta, kesehatan, keluarga dan lain-lain. Musibah tersebut ditimpakan

Sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab dalam Corona Ujian Tuhan, 16. Bahwa sahabat Ali kw. berkata: Musibah yang menimpa orang beriman aalah sebagai ujian, dengan ujian tersebut orang mukmin dapat menguji kesabarannya. Sejalan dengan sabda Rasul saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah 

عن أبى هريرة قال رسول الله صلعم, مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ , عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ يُوسُفَ , عَنْ مَالِكٍ. " وَمَعْنَى الْحَدِيثِ: أَنَّ مَنْ أَرَادَ اللهُ بِهِ خَيْرًا ابْتَلَاهُ بِالْمَصَائِبِ لِيُثِيبَهُ عَلَيْهَا.
Dari Abu Hurairah ra, Rasul saw bersabda: "apabila Allah menghendaki kebaikan maka menimpa musibah kepadanya dari Allah". 

Kemudian Apabila musibah tersebut menimpa orang-orang yang tidak beriman, maka musibah tersebuat sebagai pelajaran, agar ia kembali kepada jalan kebenaran dan taubat. Musibah juga ditimpakan kepada para Nabi dan Rasul saw, namun musibah tersebut dimaksudkan untuk mengangkat derajatnya sehingga lebih dekat lagi kepada Allah swt. (Quraish Shihab, Coro Ujian Tuhan, 16)

Dengan makna tersebut, kita bisa pahami pandemi saat ini adalah ujian dari Allah, untuk menguji kesabaran kita untuk tetap tinggal di rumah, kecuali hanya dalam hal-hal yang sangat penting. Selain itu kita bisa manfaat sebaik-baiknya untuk menambah kebaikan-kebaiakan di rumah.

Semoga khutbah ini menginspirasi dan menjadi sedikit panduan untuk tetap berada di rumah selama pandemi ini. Apabila memang benar-benar dibutuhkan untuk beraktifitas di rumah maka jangan lupakan protokol kesehatan. Wassalam….
Read More »

Misi Rasulillah Terhadap Kesempurnaan Akhlak

الحمد لله رب العالمين ،الذي بعث النبيين مبشرين ومنذرين . والصلاة والسلام على

خير المرسلين ، وسيدُ الأولين والآخرين . وقائدُ الناس يوم الحشر المبين . وعلى اله و أصـحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
أشهد أن لا إله إلا الله، وحده لا شريك له. وأشهد أن محمدا عبدُه ورسولُه ، أرسله رحمة للعالمين . أعوذ با لله من الشيطان الرجيم . لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا . أما بعد . فيأيهاالناس . إتقواالله ... قد فاز من الإتقياء و قد خاب من له البلاء.


Hadirin sidang Jumat rahimakumullah
Logika tauhid mengajarkan, Allah sang maha pencipta disebut sang khāliq, sedangkan segala sesuatu yang diciptakan Allah disebut makhlūq. Semua yang makhluk selain Allah adalah makhluk, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan dan dan alam sekitar ini semua adalah makhlūq. Termasuk manusia seperti kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah. Kita patut bersyukur karena manusia menjadi makhluk Allah yang paling sempurna, sempurna dari bentuknya hingga derajatnya di hadapan Allah swt. 

Wujud manusia dapat dibagi menjadi dua, wujud fisik dan wujud non-fisik. Ada jasad ada ruhani, bahkan sebenarnya manusia ini dikendalikan apa yang ada dalam hatinya. Apa yang dilakukan fisik sebenanrya dikendalikan oleh kondisi non-fisik. kondisi non-fisik itulah yang disebut dengan akhlak.
Akhlak tidak lain adalah gambaran yang dikerjakan oleh fisik seseorang. Apabila akhlaknya baik, maka yang keluar berupa ucapan, tingkah laku maupun tulisan menjadi baik, begitu pula sebaliknya, apabila akhlaknya buruk, maka semua yang dilakukan akan ikut buruk pula.

Dengan demikian ada hubungan yang sangat erat antara khāliq, makhlūq dan akhlāq. Khaliq sebagai pencipta makhluk, dan Akhlak menjadi tatanan yang mengatur hubungan keduanya. Akhlak menjadi salah satu aturan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. 

Semua prilaku yang dilakukan fisiknya menunjukkan akhlak yang terdapat dibalik fisik seseorang, karena prilaku berkaitan erat dengan masyarakat sosial, maka akhlak mempunyai kaitan juga dengan masyarakat sosial. Akhlak yang baik seseorang akan membentuk sosial yang baik pula. Dalam skala yang lebih luas, memperbaiki akhlak berarti sama saja dengan memperbaiki peradaban itu sendiri. Jadi, sampai di sini, kita telah tahu persis bahwa akhlak menjadi sisi yang sangat penting dalam kehidupan ini, sekaligus menjadi misi Rasulillah sebagai utusan Allah swt.

Hadirin sidang jumat rahimakumullah
Allah menciptakan alam raya ini makhluknya, itu adalah bagian dari rahmat yang tak terhingga banyaknya, khususnya untuk manusia. Allah mempunyai aturan main maka Allah mengaturnya dengan kitab suci Alquran, ini juga menjadi rahmat yang agung bagi makhluknya. karena Alquran tidak bisa dimengerti begitu saja, maka Allah mengutus rasulnya. Rasul saw adalah rahmat bagi semua alam. Dalam pengakuannya, Rasul saw membawa misi utama yakni menyempurnakan akhlak: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Misi tersebut beliau laksananakan dengan baik. keberhasilannya diakui oleh semua kalangan, Akhlak yang dicontohkan Rasul saw memukau siapapun yang mendalaminya.

Rasulullah sukses menyebarkan misi perbaikan akhlak, kurang lebih 23 tahun saja. Dunia jahiliyah yang biadab berubah menjadi negeri yang beradab dan berakhlak. Rasulullah orang yang paling berakhlak di seluruh jagad ini, ketika Aisyah ditanya, bagaimana akhlanya Rasul saw, khuluquhul qur’ān, wa simātuhu al-ghufrān denyut perubahannya kita rasakan hingga ke bumi nusantara ini. Al Qur'an memujinya dengan tegas.
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam: 4)
Hadis lain mengatakan, parameter keimanan seseorang dapat dilihat dari tingkat kesempurnaan akhlaknya:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR At-Tirmidzi)
Bila akhlaknya buruk, maka menunjukkan imannya buruk, meskipun kostum dan gestur tubuhnya menunjukkan kebaikan. 

Selain keimanan, ajaran lain juga menggunakan parameter akhlak, misalnya, hukum fiqh juga diukur dengan parameter akhlak, misalnya keberhasilan shalat seseorang dapat diukur melalui seberapa besar pengaruh shalat tersebut menjauhkan kita dari keji, melalui firman-Nya, “sesungghnya shalat itu mencegah keji dan munkar” (al-‘Ankabut: 45) serta sebaliknya: neraka Wayl bagi mereka yang salat untuk riya’ dan tidak mau memberi pertolongan (al-Ma’un: 4-7), zakat menjadi sia-sia jika diikuti kata-kata yang melukai orang lain (al-Baqarah: 264), dan seterusnya.

Akhlak menjadi sarana paling mudah sampai di surganya Allah swt, HR. Tirmidzi meriwayatkan, seseorang bertanya kepada Rasul saw tentang amalan yang paling banyak memasukkan manusia ke surga, beliau menjawab: “taqwallāh wa ḥusnul khuluq, bertaqwa dan berakhlak yang baik”. dan masih banyak lagi keterangan dari al Qur'an, hadis, pendapata sahabat maupun ungkapan tabib’in yang membincang seputar akhlak ini. 

Di dalam hadis yang lain, akhlak yang baik akan mengantar pelakunya ke tempat terdekat dengan rasulullah kelak di surga. Berdasarkan hadis riwayat Imam At-Tirmidzi,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi)

Hadirin sidang jumat rahimakumullah
keberagamaan seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang berakhak. Orang yang berilmu tidak menjadi indikator keberagamaan seseorang bila mereka tidak menggunakan ilmu pengetahuannya untuk berakhlaq. Berpegetahuan luas saja tidak cukup, karena kaya ilmu pengetahuan, namun miskin akhlak, tetap saja ia tidak mampu menggeser derajat kemulyaan di hadapan Allah swt. 

Akhlak tanpa ilmu masih bisa mendorong untuk meraih ilmu, sebaliknya ilmu tanpa akhlak paling-paling hanya mendorong keangkuhan, lebih dari itu bisa jadi menimbulkan kerusakan. Faktanya, orang-orang yang terlibat dalam dosa korupsi bukan dari kalangan tidak mengerti, bukan tidak berilmu tinggi, tetapi tetap saja berdosa melakukan kemaksiatan besar. Karena itu kita harus tetap sadar, selain pintar juga butuh akhlak yang benar, lemah lembut dan sopan.

Lebih jauh, akhlak merupakan bagian dari manifestasi perwujudan mengamalkan ilmu. Orang yang berilmu namun tidak berakhlak dipersonifikasikan oleh al Qur'an bagaikan keledai menggotong kitab. Seberapapun banyaknya kitab yang dibawa, bagi keledai tidak ada gunanya. Seberapapun luasnya ilmu pengetahuan, bagi orang yang tak berakhlak maka ilmunya tidak berguna.

Hadirin sidang jumat rahimakumullah
juga dalam hadist ditegaskan bahwa akhlak yang buruk justru bisa merusak amal, seperti cuka merusak madu atau di hadis lain dimisalkan seperti api melalap kayu bakar (HR. Ibn Majah). Puncaknya, sebagaimana Nabi sabdakan bahwa “agama adalah akhlak yang baik, misalnya: jangan marah.” Atau di hadist lain, dikatakan bahwa yang kuat dan lemahnya iman bergantung pada akhlak.
Sebagaimana kata Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib, jangan gunakan ke-fasih-anmu berbicara pada ibumu yang telah mengajarkanmu berbicara saat kecil. Jika tidak, maka ilmunya akan kosong akan keberkahan. Tiada berguna bagi pemiliknya, atau bahkan mencelakakannya secara batin.

Pantas, Imam Malik bin Anas ra. dipesan oleh Ibunya, : “Belajarlah adab sebelum ilmunya”
Di saat geliat Islam mulai berkembang, media pembelajaran mendukung dan sarana akses untuk menggali informasi keagaam semakin baik, mari kita saling menjaga dan megingatkan tentang kebaikan dan akhlak yang mulia.

بَارَكَ اللهُ لىِ وَلَكُمْ فِى الْقُرْ أَنِ العَـظِيمِ وَ نَفَعَـنِى وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَ يَةِ وَذِكْرِ الْحَـكِيْمِ وَتَقَبَّل مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِـيْم

Khutbah ini masih terkait dengan momentum manfaat peringatan maulid Nabi saw
Read More »

Khutbah Jumat tentang Terorisme

contoh khutbah jumat pilihanDalam sebuah riwayat yang tertulis pada kitab Musnad Ahmad bin Hambal tertulis:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ : حَدَّثَنَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ ، فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ ، فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى نبْلٍ مَعَهُ ، فَأَخَذَهَا ، فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ فَزِعَ ، فَضَحِكَ الْقَوْمُ ، فَقَالَ : مَا يُضْحِكُكُمْ ؟ ، فَقَالُوا : لا ، إلا أَنَّا أَخَذْنَا نبْلَ هَذَا فَفَزِعَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

Dari Abdurrahman bin Abi Laila berkata: suatu ketika sejumlah sahabat melakukan perjalanan bersama Rasulullah. Ketika beristirahat, salah satu di antara mereka tertidur pulas. Sedang beberapa sahabat yang lain masih terjaga. Kemudian mereka mengambil tombak seseorang yang tertidur itu dengan maksud menggodanya (bercanda). Maka ketika yang tertidur itu bangun, paniklah ia karena tombaknya hilang. Kemudian sahabat-sahabat yang lain tertawa. Maka Nabi bertanya, “apa yang membuat kalian tertawa?” Para Sahabat menjelaskan candaan tadi. Lalu Nabi pun bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim membuat panik muslim lainnya!”

Sikap Rasul saw dalam kasus tersebut patut untuk direnungkan, sedemikian seriusnya Rasul menanggapi peristiwa candaan antar sahabat tersebut, padahal dalam bebrapa ayat karakter rasulullah adalah sangat santun
Sebagaiaman dalam firman Allah,
Read More »

Khutbah Jumat tentang Dosa dan Cara Taubatnya

contoh khutbah jumat pilihanTak diragukan lagi bahwa rentang perjalanan hidup manusia didunia ini sudah dipastikan pernah berbuat dosa akibat kesalahan yang dilakukan kepada Allah, keluarga atau kepada sesamanya. Sebaik-baik manusia adalah dia yang mampu memperbaiki kesalahannya dengan cara bertaubat kepada Allah swt. Taubat dalam arti sesungguhnya yakni menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukan dan berjaji dalam hati tidak mengulangi lagi dosa yang sama atau lebih dikenal dengan taubat nasuha.

Perbuatan dosa yang satu dengan dosa yang lainnya memerlukan cara taubatnya pun berbeda, sesuai dengan kepada siapa ia berbuat dosa. Berbuat dosa kepada Allah tentu taubatnya berbeda dengan dosa akibat berdosa kepada dirinya sendiri atau kepada sesama manusia. Oleh sebab itu diperlukan ilmunya tentang taubat yang benar, setap perbuatan memerlukan ilmu, tidak terkecuali bertaubat. Agaknya tidak berlebihan sya’ir Ibn Ruslan yang mengatakan bahwa beramal tanpa ilmu yang benar maka amalnya tertolak (mardud) begitu juga sebaliknya mengetahui kebenaran tanpa diamalkan maka pengetahuannya hanya berupa seonggok pengetahuan saja sama sekali tidak ada manfaatnya.

Hadirin Sidang jumat rahimakumullah..
Perbuata dosa berdasarkan kepada siapa kesalahan tersebut dilakukan, dosanya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu dosa kepada Allah, kepada dirinya dan dosa kepada orang lain. dari ketiga dosa tersebut  yang paling sulit cara bertaubatnya adalah dosa yang terakhir yakni dosa yang menyangkut kesalahan kepada sesama.

Marilah kita pahami satu persatu sebagai kepedulian kita untuk menghindarinya agar tidak terjerumus dalam sebuah kesalahan satupun.

Pertama, dosa kepada Allah a-sich, yaitu dosa karena melanggar larangan atau tidak melaksanakan perintah Allah, seperti sholat, puasa dan lain-lain. Padahal dengan jelas Allah memerintahkan mendirikan sholat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa`: 103) begitu juga dengan puasa wajib.

Cara bertaubat dari dosa-dosa kepada Allah seperti di atas, cara bertaubat nya ialah membayar (qadha) kewajiban yang ditinggalkan tersebut, disertai dengan penyesalan mendalam dan berjanji seteguh hati tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, itulah yang disebut dengan taubat nasuha seperti pada khutbah yang telah lalu.

Kedua, dosa kepada Allah namun secara bersamaan dosa tersebut juga ada kaitannya dengan dosa kepada dirinya sendiri. Sebut saja perbuata mabuk, mabuk adalah perbuatan dosa, sebab melanggar larangnan Allah namun secara bersamaan juga termasuk perbuatan dosa karena menganiaya terhadap dirinya sendiri. Untuk terbebas dari perbuatan dosa model seperti ini cara bertaubatnya harus segera berhenti dari perbuatan dosa tersebut seraya memohon ampunan kepada Allah. Apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh insyaallah Allah akan mengampuninya.

Allah maha menerima taubat hambanya, tetapi tidak boleh dijadikan sebuah papan pantul alasan seseorang untuk melakukan perbuatan dosa. kemudian bertaubat lalu melakukan dosa lagi begitu seterusnya karena Allah berfirman di Dalam al Qur’an

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

"Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (An-Nisa:17)

Dalam ayat tersebut di atas, jelas dan lugas mengatakan bahwa taubat yang diterima Allah adalah taubat atas  perbuatan dosa lantaran pada saat melakukannya dalam kondisi bi jahalatin (tidak mengerti), kemudian pada saat mengerti bahwa perbuatannya tersebut berdosa, maka seketika itu bertaubat. Dengan kesigapan taubat seperti ini insyaallah taubatnya diterima secara otomatis oleh Allah swt, sebab Allah maha bijaksana. Hal ini tentu berbeda dengan taubat seseorang yang melakukan perbuatan dosa dengan kesadaran penuh. Alih alih "Allah maha pengampun" dijadikan landasan bagi sebagian orang untuk melakukan dosa, menganggap remeh karena berdalih bahwa Allah Maha Pengampun. Sungguh logika ini sama sekali tidak berdasar.

Dosa yang ketiga, dosa kepada orang lain, dosa kepada orang lain. Perbuatan dosa ini menjadi dosa yang sangat sulit untuk diampuni oleh Allah, karena cara bertaubatnya melalui beberapa tahap, yak tahap pertama dengan meminta maaf kepada yang bersangkutan, keumudian memohon ampunan kepada Allah. Tanpa memohon kepada yang bersangkutan mustahil Allah mengampuninya.

Barangsiapa yang mempunyai kezhaliman kepada saudaranya mengenai hartanya atau kehormatannya, maka diminta dihalalkanlah kepadanya dari dosanya itu sebelum datang hari di mana nanti tidak ada dinar dan dirham (hari kiamat), di mana akan diambil dari pahala amal kebaikannya untuk membayarnya. Kalau sudah tak ada lagi amal kebaikannya, maka akan diambil dari dosa orang yang teraniaya itu, lalu dipikulkan kepada orang yang menganiaya itu” (HR. Bukhari)

Namun demikian al Qur’an sangant menganjurkan kepada sesama untuk memaafkan dosa sesama yang teraniaya akibat ulahnya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taghabun [64]:17 )

Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah
Dosa kepada sesama bisa terjadi beraneka ragam, ada yang terkait dengan harta, kehormatan, keluarga dan dosa-dosa yang berkaitan dengan agama. 

Apabila dosa yang mempunyai kaitan dengan harta, entah mencuri, menipu merampas secara paksa atau mungkin korupsi maka cara bertaubatnya harus mengembalikan seuruthnya harta tersebut kemudian memohon maaf baru kemudian minta ampunan kepada Allah. Alangkah sulitnya bagi sang koruptor yang banyak melibatkan insan-insan lain untuk meminta maaf. Sungguh koruptor adalah prilaku yang kotor. Bahkan taubatnya pun sulit dan rumit step yang harus dilalui

Dosa yang menyangkut kehormatan, sebelum taubat kepada Allah untuk mengetuk pintu ampunannya, terlebih dahulu harus mengutarakan kepada yang bersangkutan sekaligus meminta kerelaannya untuk dima’afkan, barulah memohon kemudian menapaki jalan permohonan ampun kepada Allah. Tanpa meminta maaf kepada yang teraniaya maka amal kebaikannya kelak akan ditukar dengan dosa orang-orang yang dianiaya.

Dosa yang ada hubungan dengan keluarganya, mungkin pernah berbohong kepada anak, isteri, orang tua harus meminta kerelaannya terlebih dahulu sebelum memohon ampunan kepada Allah. Begitulah agama Islam sangat menghormati muru’ah orang lain sampai ke anggota keluarganya sendiri yang notabenenya dalam penguasannya tetapi masih harus dijaga dan dihormati. Disnilah sisi kejujuran terhadap siapapun harus ditegakkan meskipun kepada keluarganya sendiri.

Dosa kepada orang lain yang menyangkut agama adalah, pentakfiran, pembid'ahan pada masalah masalah furu'iyah, yang mana di dalamnya masih ada perdebatan. DEngan membid'ahkan dan menyesatkan yang lain mengakibatkan kehormatan seseorang terkurangi dimata orang lain, meski tidak dimata Allah swt. Terkecuali ada motif lain, seprti meluruskan akidah atau sejenisnya

Mudah-mudahan kita semua bukan termasuk korang-orang yang mushirruna bidz-dzanbi amiiin
Read More »